Nnjtu Education – Mungkin ada yang menganggap gelar sarjana dan kemampuan mengajar saja sudah cukup untuk menjadi guru sekolah dasar. Tentu saja asumsi dan pilihan tersebut tidak salah. Namun, bagi Galih Sulistyaningra, menjadi guru di sekolah dasar membutuhkan ilmu yang mendalam untuk memberikan pemerataan pendidikan sejak usia muda. Apakah Anda tertarik dengan guru sekolah dasar yang sukses mengajarkan pendidikan kontekstual? Gulir ke bawah untuk mempelajari lebih lanjut.
Lulus dari Universitas London
Dilansir dari laman kemenkeu.go.id, Galih merupakan lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dari Universitas Negeri Jakarta. Ia memutuskan untuk melanjutkan studi masternya di luar negeri dengan mengambil mata kuliah perencanaan pendidikan, ekonomi dan pembangunan internasional di University College London (UCL) pada tahun 2019.
UCL adalah salah satu kampus terbaik dunia di Inggris. Menurut QS World University Rankings 2023, UCL berada di peringkat kesembilan kampus terbaik di dunia. Secara kebetulan, Gelih juga menjadi perempuan Indonesia pertama di bidang spesialisasi pilihannya.
Setahun setelah menyelesaikan studinya, Galih kembali ke tanah air dan kini menjadi guru di SDN Petojo Utara, Jakarta Pusat. Bukan tanpa alasan Galih memutuskan melanjutkan studi ke Inggris. Menyadari tidak meratanya kualitas pendidikan, literasi dan pengajaran kritis menjadi perjuangan yang mendorongnya untuk kembali mencari ilmu.
“Saya menyadari bahwa ketika kita masih bersekolah, kita mempunyai cara belajar yang tidak seharusnya kita lakukan. Ini mungkin salah satu dosa terbesar yang pernah dilakukan para pendidik di masa lalu” kata Galih saat rapat tim komunikasi LPDP di Petozo Utara. Sekolah dasar.
Masih banyak cerita menarik lainnya yang menjadi penyemangat Galih untuk melanjutkan studi dan meningkatkan kualitas guru SD. Beliau banyak mengemukakan gagasan dan pendapat mengenai kualitas pendidikan dan pembelajaran di Indonesia.
Berasal dari keluarga akademisi
Galih lahir dan besar di keluarga akademisi yang besar. Semua orang bekerja sebagai guru: orang tua, kakek-nenek, dan bibi. Keluarganya sangat ingin Galih melanjutkan.
Galih awalnya tidak ingin menjadi guru karena ingin berkarir selain mengajar. Meski begitu, jalan hidupnya tetap dekat dengan dunia akademis. Galih akhirnya memulai karirnya sebagai seorang pendidik ketika ia bergabung dengan sebuah institusi yang mengkhususkan diri pada bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).
Saat itu, Galih mendaftar sambil menunggu program kelulusannya di UNJ. Galih bekerja di sana bersama anak-anak yang fasih berbahasa Inggris dengan menggunakan kurikulum standar AS. Mereka berasal dari latar belakang ekonomi kelas menengah ke atas. Dari pengalamannya mengajar di beberapa sekolah internasional elit di Jakarta, muncul kekhawatirannya mengenai tidak meratanya kualitas pendidikan bagi anak-anak lain yang tidak memiliki akses yang sama.
Galih kemudian melakukan perencanaan dan kebijakan mendalam terkait pendidikan, yang diyakininya tidak hanya akan berdampak pada perkembangan siswa, namun juga pada laju pertumbuhan ekonomi negara. Di sinilah lahir keinginan untuk mengambil studi S2.
Keinginannya untuk melanjutkan studi master di luar negeri pun dinilainya merupakan mimpi besar. “Sarjana pendidikan mengajar di sekolah. Jadi guru PNS!” Maka Galih pun meniru sikap keluarganya sendiri. Galih memahami anggapan tersebut dan membuktikan bahwa nyatanya menjadi guru SD pun harus banyak ilmu.
Berakar pada semangat Galih, pendidikan mencakup banyak aspek seperti kesehatan, perdamaian, keadilan sosial, ekonomi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dipilih sebagai sarana untuk mewujudkan keinginannya.
“Saya sedang memikirkan apa yang ingin saya lakukan, sehingga sepertinya akan memudahkan saya untuk mendapatkan beasiswa LPDP,” kenang Galih yang saat itu menjadi anggota Korps Marinir angkatan PK-122.
Studi ini membuka perspektif
Galih memulai studinya di London pada tahun 2018. Ia mengaku pengalamannya bekerja di sekolah internasional membuatnya terkejut dengan nilai pendidikan Barat. Namun ia menemukan perspektif baru ketika berada di Inggris, yang notabene masih merupakan dunia Barat.
Kontekstualisasi yang dipelajari udara. Setiap negara mempunyai permasalahannya masing-masing dan formulasi penyelesaiannya berbeda-beda.
“Tentu saja tidak adil jika membandingkan semua negara. “Tapi kalau boleh saya ceritakan apa yang membuat pendidikan di Inggris misalnya lebih maju dibandingkan pendidikan kita di Indonesia,” kata Galih. Jadi jawabannya adalah literasi.
Membaca buku merupakan kegiatan yang familiar dan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Inggris. Ia mudah mendapatkan buku-buku di tempat umum sebagai sumber ilmu pengetahuan. Banyak orang tua juga yang memiliki tradisi mengajar anaknya di rumah.
“Karena mereka terbiasa membaca buku, kita terbiasa membaca buku, baik itu fiksi maupun nonfiksi, kita membaca kalimat, kita punya banyak kosa kata, perbendaharaan kata dan kita dihadapkan pada banyak hal. Lihat,” kata Galih.
Kekayaan informasi dan pengetahuan yang didapat dari membaca buku ini akan dengan mudah membantu anak-anak yang dididik di dalamnya untuk berdebat di depan umum. Hal ini sebenarnya sesuai dengan program Merdeka Belajar di Indonesia. Merdeka Belajar memiliki profil pelajar Pancasila yang salah satunya memuat dimensi penalaran kritis. Artinya, penalaran kritis berperan pada anak Indonesia.
Permasalahannya adalah bagaimana melahirkan pemikiran kritis pada mahasiswa jika di tingkat fakultas belum sama. Hal-hal seperti itu sebenarnya tidak bisa diperoleh hanya dengan mengajar. Anda memerlukan kemauan mandiri untuk terus mengembangkan dan membaca buku.
“Penalaran kritis erat kaitannya dengan literasi. Guru juga harus punya banyak literatur, harus punya perbandingan teori mengajar, metode mengajar, dan lain-lain, yang menurut saya gelar sarjana saja tidak cukup, tapi bila sudah punya pengalaman master. “Kami belajar membentuk opini kami sendiri,” kata Galih.
Tingkat wawasan dan pengetahuan guru yang lebih tinggi juga dapat digunakan untuk memahami dan mengenalkan siswa pada emosi dan kekerasan. Galih melihat fenomena perundungan, diskriminasi, dan kekerasan terhadap anak terjadi dan semakin parah akibat kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengenali permasalahan tersebut.
“Jadi pertama kenali dan kenali emosi, lalu kedua bagaimana menghadapi emosi, terutama emosi negatif apa adanya. Dan ketiga, saya juga perkenalkan jenis-jenis kekerasannya. oleh orang lain. “Mereka mengerti. Dan itu juga ada hubungannya dengan regulasi emosi,” kata Galih tentang pelaksanaan pendidikan di kelasnya.
Guru memulai aturan
Perjuangan Galih memikirkan pedagogi di Indonesia juga diawali dengan terbentuknya komunitas bernama Bekal Pendidik, yang ditujukan untuk calon guru atau rekan-rekan guru muda.
Peraturan untuk guru muncul di masa pandemi seiring dengan meningkatnya pertemuan online. Kabarnya banyak ulama, termasuk pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dosen, antropolog dan lain-lain, yang diundang Galih untuk berbincang. Alokasi Pendidik juga berkembang menjadi platform pendampingan beasiswa unik bagi rekan-rekan di jurusan Sarjana Pendidikan yang tertarik untuk mengejar gelar Magister Pendidikan.
“Apa contoh kebebasan belajar, bagaimana filosofi pendidikan Ki Hazar Devantara, dan masih banyak teori dan metode pendidikan yang saya rasa saya pelajari yang belum ada di Indonesia. “Ini adalah keprihatinan dan keprihatinan yang menginspirasi saya. sampaikan kepada rekan-rekan calon pendidik,” kata Galih.
Pada akhirnya, penawaran pendidikan ini adalah forum bagi rekan-rekan untuk memperbarui diri, mengeksplorasi isu-isu pendidikan terkini, dan didengarkan oleh para pembuat kebijakan.
Ilmu dan pengetahuan Galih juga berkontribusi dalam penyusunan modul pendidikan dasar. Guru sekolah dasar sejak tahun 2020 ini tercatat sebagai penulis modul yang bertujuan untuk meningkatkan pengajaran literasi digital pada Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai penyusun pengetahuan pembelajaran bahasa Inggris dan beberapa program lainnya.
Lima buku pendidikan yang perlu Anda baca
Pidato panjang lebar tentang literasi tidak lengkap rasanya tanpa meminta rekomendasi buku terbaik karya Galih Sulistyaningra. Dengan antusias, Galih mengaku memiliki lima buku akademis favorit yang sangat mempengaruhi pemikiran dan gagasannya.
Di antaranya buku Pendidikan Kaum Tertindas karya Paulo Freire, Sekolah Apa Ini karya Praktisi Pendidikan, Sekolah Itu Candu Roma Topatimasang, Melavanan Setan Bermata Tajam Beautet Manurung dan rekan-rekan, dan terakhir Tara Westover.
Education for Oppression dipilih sebagai buku pengantar wajib untuk mengeksplorasi kelemahan gaya pendidikan yang juga terlihat di Indonesia. Freire menggambarkan dan mengkritik pendidikan “tipe perbankan” yang harus ditinggalkan oleh para pendidik kontemporer.
Sederhananya, pendidikan bank adalah istilah yang mengacu pada karakteristik atau situasi di mana guru memperlakukan siswanya sebagai orang yang hampa atau bodoh. Berdasarkan asumsi tersebut, guru memimpin proses penyampaian informasi kepada peserta yang dianggap sebagai objek pasif, yang dapat diibaratkan seperti menyimpan uang di rekening bank yang kosong.
“Saat kita bersekolah, saya tahu ada gaya yang tidak bisa dipelajari. Ini mungkin salah satu dosa terbesar yang dilakukan akademisi di masa lalu. Semacam pendidikan perbankan,” kata Galih yang mencintai Hajar Devantara. .
Dampak dari pendidikan ala perbankan ini adalah menghalangi atau menghambat siswa dalam membuka potensi-potensi lain yang mungkin dimilikinya. Ruang geraknya akan terbatas dan bisa mematikan kreativitasnya di kemudian hari. Ini
Buku School is Opium juga sangat cocok untuk para guru. Buku ini membahas pendidikan alternatif yang melibatkan gaya belajar berbeda dari pendidikan umum di sekolah. Galih menilai buku ini merupakan terjemahan terbaik dari teks Merdeka Belazar.
Inilah bagian dari referensi dan resensi buku Galih yang dapat dibaca oleh kalangan akademisi di Indonesia dan memantik wacana akademis. Galih membuktikan lulusan PGSD bisa melanjutkan studi semaksimal mungkin dan membuka wawasan ilmunya.
Beasiswa LPDP yang diselenggarakan #UangKita menjadi jembatan untuk mewujudkan niat baik seperti yang dilakukan Galih. Belajar ke luar negeri, pulang kampung dan menjadi bagian #SelfForNation, tujuan utamanya adalah pewaris bangsa, akselerasi pendidikan, talenta pendidikan. Selamat Hari Guru.
Baca artikel edukasi menarik lainnya di link ini. Universitas Surabaya Buka Program Khusus Kuliner dan Gizi, Apa Istimewanya? Yang unik dari program ini adalah pada mata kuliah berikutnya, mahasiswa akan mempelajari berbagai keterampilan khusus. Mereka membeberkan berbagai informasi seputar tren kuliner. Nnjtu 10 Maret 2024